A. Definisi
Thowaf
Thowaf adalah mengelilingi Ka'bah sebanyak 7 kali, dimana tiga putaran pertama
dengan lari - lari kecil (jika mungkin), dan berjalan biasa pada
empat putaran berikutnya. Tawaf dimulai dan berakhir di Hajar Aswad (tempat
batu hitam) dengan menjadikan Baitullah di sebelah kiri.
B. Syarat-syarat thowaf ada sembilan macam :
1. Suci dari hadas baik hadas kecil maupun hadas besar, suci dari najis
yang terdapat pada pakaian, badan serta tempat untuk thowaf. suci dari hadas
haid, sehingga orang yang haid dilarang untuk berthowaf sampai ia suci dari
hadas besar tersebut.
2. Menutup aurot bagi orang yang mampu menutupnya. Apabila di tengah-tengah
tawaf itu hilang (salah satu atau) dua syarat tersebut, maka hendaknya
menyempurnakan dan boleh meneruskan tawafnya, sekalipun hal itu disengaja dan
telah lama berselang.
3. Niat tawaf, jika dikerjakan dengan berdiri sendiri bukan termasuk
rangkaian nusuk, sebagaimana kewajiban ibadah-ibadah yang lain. Kalau tawaf
dikerjakan bersama nusuk, maka niat hukumnya sunah.
4. Memulai tawaf dari Hajar Aswad dengan posisi belahan kiri badan
bersejajar dengan Hajar ketika berjalan. Cara menyejajarkan badan ialah :
berdiri di samping Hajar Aswad pada titik lintasan garis lurus dengan Rukun
Yamani, sekira seluruh bagian Hajar Aswad itu berada di sebelah kanannya,
kemudian niat tawaf, lalu berjalan dengan menghadap Hajar Aswad sampai dia
habis dari hadapan. Dalam posisi ini kemudian hadap kanan dan menjadikan
ka’bah, berada di sebelah kirinya. Tidak boleh menghadap ka’bah, kecuali pada
permulaan tawafnya.
5. Membuat posisi badan, sehingga ka’bah berada di sebelah kirinya di waktu
berjalan ke depan. Maka wajib seluruh badannya, termasuk tangan kirinya, berada
di luar “syadzirwan” dan “Hijir Ismail”, hal ini sebagai tindak ittiba’ kepada
Nabi Muhammad SAW. Jika tidak menggunakan cara-cara seperti diatas, maka
tawafnya tidak sah.
Apabila orang yang tawaf
sedang menghadap ka’bah karena untuk semacam berdoa, maka hendaklah ia
memperhatikan jangan sampai berjalan dahulu, sekalipun sedikit, sebelum kembali
pada posisi ka’bah berada di sebelah kirinya.
Wajib bagi orang yang mencium
Hajar Aswad, agar membuat telapak kaki tetap pada keadaan semula sehingga
berdiri tegak, sebab ketika menciumnya, kepalanya masuk daerah bagian ka’bah.
6. Orang yang thowaf, dengan semua badan dan pakaiannya berada di luar baitullah.
7. Tawaf dilakukan sebanyak 7 kali putaran secara yakin, sekalipun pada
waktu makruh. Karena itu, jika tawafnya kurang dari bilangan tersebut, maka
tawafnya belum mencukupi.
8. Tempat thowaf berada di masjid, walau tempatnya luas tidak boleh thowaf
diluar makah.
9. Tidak adanya penyelewengan niat thowaf.
C. Sunah-sunah tawaf :
1. Mengawali tawaf dengan menjamah Hajar Aswad menggunakan tangannya. Sunah
mencium dan meletakkan keningnya padanya. Disunahkan juga menjamah hajar aswad
di setiap kali putaran, lebih-lebih pada putaran gasal.
2. Sunah bagi laki-laki pada tiga putaran pertama dalam tawafnya yang
dilerjakan sebelum sai, berjalan ramal, yaitu berjalan dengan mempercepat
namun memendekkan langkahnya. Sedang
pada 4 putaran terakhirnya sunah berjalan seperti biasanya, hal ini adalah
ittiba’ kepada Nabi Muhammad SAW. Jika pada putaran tersebut ia tidak tidak
berjalan ramal, maka pada putaran berikutnya tidak perlu diqadha’.
3. Subah pada setiap putaran rawaf dan sai yang dilakukan dengan ramal
(lari-lari kecil) bagi kaum laki-laki memakai ridha’ (selendang) dengan cara
menyelempang, yaitu bagian tengah selendang diletakkan di bawah pundak kanan
dan dua ujungnya di atas pundak kiri, sebagai tindak ittiba’ kepada Nabi SAW.
4. Sunah bagi kaum laki-laki mengambil tempat yang dekat dengan ka’bah,
selama tidak mengganggu orang lain atau merasa sulit karena desakan manusia.
jika terjadi pertentangan antara mendekat ka’bah dengan ramal, maka yang lebih
baik adalah mendekat ka’bah, sebab sesuatu yang berkaitan dengan keadaan ibadah
itu sendiri, adalah lebih utama daripada yang berkaitan dengan tempatnya.
5. Disunnahkan untuk thowaf tanpa memakai sepatu atau sndal.
6. Disunnahkan thowaf secara perlahan-lahan/pelan-pelan, dan tenang.
7. Berturut-turut antara melaksanakan thowaf yang pertama dan seterusnya.
8. Memanjatkan doa yang beratsar kepada nabi.
9. Niat thowaf jika masih dalam tanggungan melaksanakan haji (rukun haji),
dan jika tidak maka wajib untuk niat thowaf.
10. Sunah juga mengerjakan sholat dua rakaat setelah tawaf, dan berdoa
meminta apa yang disenangi di dunia dan akhirat, kemudian mencium hajar aswad
seta meletakkan kening padanya.
D. Wajib Haji ada lima :
Wajib yang dimaksudkan di sini adalah suatu perbuatan jika ditinggalkan,
maka wajib membayar fidyah atau dam. Adapun wajib-wajib haji itu ada 5 macam:
1. Ihram dari miqot (batas tempat mulai ihram). Bagi penduduk mekah,
miqotnya adalah dari tempatnya sendiri (baik itu penduduk asli ataupun
pendatang). Apabila ihramnya setelah lewat miqot yang ditentukan, sekalipun
karena lupa atau tidak mengetahui, maka wajib membayar Dam, selagi ia tidak
mengulangi ihram dari miqot yang bersangkutan sebelum mengerjakan nusuk,
sekalipun berupa Tawaf Qudum. Jika hal tersebut dilakukan oleh selain mereka
berdua, maka hukumnya adalah dosa.
2. Bermalam di Mudzalifah, sekalipun hanya sejenak, yaitu mulai tengah
malam setelah tangal 10 Dzullhijjah (hai Nahr).
3. Bermalam di Mina pada lebih separuh malam-malam Tasyriq. Memang, jika
seseorang berangkat (ke Mekah) sebelum tenggelam matahari tanggal 12
Dzulhijjah, maka telah cukup dan gugurlah bermalam di Mina tangal 13-nya serta,
serta melontar jumroh di siang harinya. Hanya saja kewajiban bermalam di Mina
tersebut, adalah bagi selain pengembala dan petugas air minum.
4. Tawaf Wada’ bagi selain orang haid dan orang mekah yang tidak keluar
mekah setelah haji.
5. Melontar jumrah Aqabah 7 kali setelah tengah malam tanggal 10 Dzulhijjah,
dan melontar 3 jumroh, yang masing-masing sebanyak 7 kali setelah zawal di
setiap hari Tasyriq, dengan cara tertib di antara ketiga jumrah tersebut
(jumroh Ula, Wustho, lalu Aqabah).
Dengan menggunakan apa saja
yang disebut batu, sekalipun berupa akik atau permata balur. Jika pada suatu
hari tidak melakukan pelontaran jumroh, maka wajib menambalnya dengan melontar
di hari-hari tasyriq berikutnya, kalau tidak, maka wajib membayar dam, sebab
telah meninggalkan pelontaran jumroh sebanyak tiga atau bahkan lebih dari itu.
Kewajiban-kewajiban haji (jika
ditinggalkan) bisa ditambal dengan dam, kewajiban ini dinamakan “sunah ab’adh”.
E. Sunah-sunah Haji :
1. Ifrod, yaitu haji terlebih dahulu dan setelah itu baru menunaikan ibadah
umroh.
2. Mandi atau tayamum untuk ihram atau memasuki mekah sekalipun belum ihram
di Dzi Thuza. Wukuf di arafah pada sore harinya, wukuf di mudzalifah dan
melempar jumrah pada hari-hari tasyriq.
3. Memakai harum-haruman pada badan dan pakaian sekalipun memakai
eangi-wangian yang ada jirmnya yang dilakukan sebelum ihram dan setelah mandi
sunahnya. Tidak mengapa jika wangi-wangian tersebut masih tertinggal setelah
ihram, atau mengikuti keringat yang mengalir.
4. Membaca talbiyah sebanyak-banyaknya, yaitu kalimat
لبيك اللهم لبيك، لبيك لا شريك لك لبيك، إن الحمد والنعمة والملك لا شريك
لك.
Dan disunnahkan juga membaca
sholawat, mohon surga dan perlindungan dari neraka setelah mengulangi talbiyah
sebanyak tiga kali.
Kesunahan membaca talbiyah ini
terus sampai waktu melontar jumroh aqabah. Akan tetapi, tidak sunah dibaca
ketika tawaf qudum dan sai yang dilakukan sesudahnya, sebab sudah ada
dzikir-dzkikr khusus yang dibaca saat itu.
5. Tawaf Qudum, karena sebagai penghormatan terhadap Baitullah. Hanya saja
kesunahan itu dilakukan oleh orang haji atau qiran yang datang ke mekah sebelum
menunaikan wukuf.
6. Bermalam di mina pada tanggal 9 Dzulhijah.
7. Melakukan wukuf di jama’, yang sekarang dinamakan Masy’aril Haram, yaitu
bukit di tepi daerah Mudzalifah. Di waktu wukuf ini, hendaklah berdzikir dan
berdoa dengan menghadap kiblat hingga malam hampir terang kembali, dasarnya
ittiba’ kepada Nabi Muhammad SAW.
8. Membaca dzikir pada waktu wuquf, menginap, thowaf, sa’i, melempar jumroh
dan lain-lainnya.
9. Berkumpul pada saat wuquf di arafah antara siang dan malam.
10. Beratnya perjalanan di bagian lembah yang tandus yang memisahkan antara
muzdhalifah dan mina.
11. Meringkas dzikir dan yang lainnya.
12. Menetap di mina, pada malam ketiga di hari-hari tasyriq, jika tidak
berangkat pada awal hari tasyriq.
0 komentar:
Posting Komentar