1. Hukum menyela-nyela jenggot ketika berwudhu
عن عثمان رضى الله عنه قال : إن النبي صلى
الله عليه وسلم كان يخلل لحيته فى الوضوء. أخرجه الترمذى وصححه ابن خزيمة.
Diceritakan dari Utsman ibn Affan
(r.a), beliau berkata: “Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW sentiasa mencelah-celahi
janggutnya ketika berwudu.” (Diriwayatkan oleh al-Tirmizi
dan dinilai sahih oleh Ibn Khuzaimah).
Dan juga hadits Anas:
أَنَّ النَّبِيَّ كَانَ إِذَا تَوَضَّأَ أَخَذَ كَفًّا مِنْ مَاءٍ فَأَدْخَلَهُ تَحْتَ حَنَكِهِ فَخَلَّلَ بِهِ لِحْيَتَهُ وَقَالَ هَكَذَا أَمَرَنِيْ
رَبِّي عَزَّ وَ جَلَّ
Dan dari Anas, bahwa Nabi SAW. apabila wudlu', maka beliau mengambil seciduk air kemudian memasukkannya di bawah cetaknya Ialu ia menyela-nyela jenggotnya, dan bersabda:
"Demikianlah Tuhan ku memerintahkanku." (HR Abu Dawud)
Rasulullah SAW adalah seorang yang berjanggut lebat dan beliau
sentiasa mencelah-celahinya ketika berwudhu dan mandi supaya air sampai kepada
kulit dibalik janggutnya itu. Nabi SAW melakukan demikian bagi menyempurnakan
wudhu di samping sebagai satu ketetapan syariat bagi umatnya agar mereka
mengikuti jejaknya dan menempuh jalan yang lurus. Semoga Allah memberikan
manfaat kepada kita melalui Sunnahnya dan menjadikan kita termasuk orang yang
mau mendengar perkataan dan mengikuti yang paling baik di antaranya.
Dari
keterangan
hadits di atas itu terdapat dua hukum mengenai menyela-nyelai jenggot :
a.
Jika
jenggot tersebut tebal sehingga tidak nampak kulit wajah (dagu), maka hukum
menyela-nyela janggut bagian dalam (pangkal jenggot) dan mencuci kulit wajah
adalah sunnah tidak wajib. Karena termasuk hukum bagian dalam yang tersembunyi.
Adapun bagian luar jenggot maka wajib dicuci karena dia merupakan perpanjangan
wajah.
b.
Diwajibkan
mencela-celah jenggot jika jenggot seseorang itu nipis, sebab menyampaikan air
ke kulit yang ada pada bagian bawah janggutnya itu wajib.
2. Hukum membasuh kedua telinga ketika berwudhu
عن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما فى صفة
الوضوء قال : ثم مسح برأسه و أدخل إصبعيه السباحتين فى أذنيه، ومسح بأبهامه ظاهر
أذبيه. أخرجه أبو داود والنسائى وصححه ابن خزيمة.
Diceritakan dari Abdullah ibn Amr (r.a) mengenai gambaran berwudhu,
beliau berkata: “Kemudian beliau nabi Muhammad SAW mengusap kepalanya dan
memasukkan (masing-masing dari) kedua jari telunjuknya ke dalam kedua
telinganya, dan mengusapkan (masing-masing dari dua) ibu
jarinya ke bagian luar daun
telinganya.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan al-Nasa‟i serta dinilai sahih oleh Ibn Khuzaimah).
Hadis ini
menjelaskan gambaran berwudhu sekaligus menerangkan perkara-perkara yang tidak disebutkan di dalam hadis yang sebelumnya, yaitu penjelasan
mengenai cara mengusap kedua telinga. Caranya ialah mengusap bagian luar dan
bagian dalam kedua daun telinga dengan air yang bukan dari air bekas mengusap
kepala, seperti mana yang dijelaskan dalam hadis al-Baihaqi.
Hadis ini menceritakan gambaran berwudhu disertai
dengan tambahan cara mengusap kedua daun telinga bagian luar dan bagian
dalamnya. Jumhur ulama mengatakan bahwa
mengusap kedua daun telinga hukumnya sunat. Imam Ahmad berkata: “Kedua daun
telinga termasuk bagian dari kepala dan oleh karenanya, keduanya diusap
bersamaan dengan pengusapan kepala, dan hukumnya wajib karena berlandaskan
kepada sabda Nabi Muhammad SAW “الأذنان من الرأس” (Kedua daun telinga
termasuk bagian dari kepala.) Hadis ini
diriwayatkan oleh Ibn Majah.
3. Perintah mengeluarkan air dari hidung ketika bangun dari tidur
عن أبى هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول
الله صلى الله عليه وسلم إذ استيقظ أحدكم من منامه فليستنثر ثلاثا فإن الشيطان
يبيت على خيشومه. (متفق عليه).
Diceritakan
oleh Abu Hurairah (r.a), beliau berkata: Rasulullah SAW. pernah bersabda:
“Jika seseorang di antara kamu bangun
dari tidurnya, maka hendaklah dia
beristintsar sebanyak tiga kali, kerana sesungguhnya syaitan menginap di dalam lubang
hidungnya.” (Muttafaq ‘alaih)
Syaitan
mengalir di dalam tubuh manusia melalui peredaran darah. Ia menguasai jiwa pada
waktu berjaga maupun pada waktu tidur. Syaitan duduk di bagian atas lubang
hidung, karena lubang hidung merupakan jalan yang tembus ke hati dan tidak
mempunyai penutup seperti yang ada pada kedua telinga. Oleh karena itu, hidung
merupakan tempat duduk syaitan, sedangkan kedua telinga merupakan tempat
kencing syaitan seperti yang telah dijelaskan dalam hadis yang lain. Hidung pun
merupakan tempat cair dan kotoran berhimpun dan oleh karenanya, amalan istintsar
ini sangat tepat untuk dilakukan. Cara menghalau syaitan dalam keadaan
hina dan rendah supaya tidak duduk di
dalamnya ialah dengan cara ber-istintsar.
Disunatkan
melakukan istintsar ketika bangun dari tidur. Maksud tidur dalam hadis
ini ialah tidur pada waktu malam hari karena disimpulkan dari lafaz setelahnya
mengatakan “ يبيت” (menginap). Menurut
jumhur ulama, ber-istintsar sesudah
bangun tidur adalah sunat karena berlandaskan kepada sabda Nabi SAW kepada
seorang Arab badwi: “Berwudhulah sebagaimana yang telah diperintahkan oleh
Allah kepadamu!” Perintah dalam hadis ini menunjukkan sunat. Tetapi Imam
Ahmad dan sekumpulan ulama yang lain mengatakan wajib ber-istintsar karena
berlandaskan kepada makna zahir perintah dalam hadis itu.
0 komentar:
Posting Komentar