Pages

Rabu, 23 Januari 2013

Al-Musawah, Ijaz dan Ithnab

Di dalam mengutarakan isi hati atau menyampaikan sesuatu atau unek-unek yang ada dalam pikiran itu terdapat cara-cara untuk mengungkapkannya. Dalam hal ini terdapat tiga cara, yaitu :

1.        Musawah
     Musawah adalah pengungkapan kalimat yang maknanya sesuai dengan banyaknya kata-kata, dan kata-katanya sesuai dengan luasnya makna yang dikehendaki, tidak ada penambahan atau pengurangan.
Ÿ وَلَا يَحِيقُ الْمَكْرُ السَّيِّئُ إِلَّا بِأَهْلِهِ
"Rencana yang jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri." (QS. Faathir: 43)
ذهب زيد إلى سورابايا ليشتري الكتب
"Zaid pergi ke Surabaya untuk berbelanja kitab."
Bila kita perhatikan dalam contoh di atas, kita dapatkan bahwa kata-katanya disusun sesuai dengan  makna yang dikehendaki, dan seandainya kita tambahi satu kata saja, niscaya tampak ada kelebihan dan bila kita kurangi satu kata saja, niscaya akan tampak berkurang maknanya.
Jadi,  kata-kata yang tersusun dalam setiap contoh di atas sama dengan banyaknya makna. Oleh karena itu, pengungkapan kalimat yang demikian disebut sebagai musawah. Dan al-musawah ini merupakan gaya bahasa yang pokok dan menjadi ukuran.
2.        Ijaz
     Ijaz adalah mengumpulkan makna yang banyak dalam kata-kata yang sedikit dengan jelas dan fasih. Ijaz dibagi menjadi dua:
a.    Ijaz Qishor, yaitu ijaz dengan cara menggunakan ungkapan yang pendek, namun mengandung banyak makna, tanpa disertai pembuangan beberapa kata/kalimat.
Contoh : Rosulullah SAW. bersabda :
الضعيف أمير الرَّكْب
“Orang yang lemah itu penguasa suatu rombongan.”
Contoh ini merupakan simbol balaghoh dan keindahan. Kalimat ini mencakup sopan santun dalam perjalanan dan keharusan memperhatikan nasib orang lemah.
Allah SWT. berfirman :
 أُولَٰئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ
 Mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan.” (QS. Al-An’am: 82).
Pada ayat ini dinamakan ijaz qishar karena kata “al-amnu” mencakup seluruh hal yang menyenangkan, termasuk bebas dari ketakutan fakir, mati, penganiayaan, hilangnya kenikmatan, dan dari hal-hal menakutkan lainnya.
b.    Ijaz Hadzf, yaitu ijaz dengan cara membuang sebagian kata atau kalimat dengan syarat ada karinah yang menunjukkan adanya lafadz yang dibuang tersebut.
وَجَاءَ رَبُّكَ وَالْمَلَكُ صَفًّا صَفًّا
“ Dan datanglah Tuhanmu; sedang malaikat berbaris-baris.” (QS. Al-Fajr: 22)
Dalam ayat ini, terdapat sebagian kata yang dibuang, sebab diperkirakan asal kalimatnya adalah وجاء أمر ربك
3.        Ithnab
Ithnab adalah bertambahnya lafadz dalam suatu kalimat melebihi makna kalimat tersebut karena suatu hal yang berfaedah.
       Teknik ithnab banyak sekali, di antaranya adalah :
a.    Dzikrul khash ba’dal ‘am yaitu menyebutkan lafadz yang khusus setelah lafadz yang umum. Hal ini berfaedah untuk menunjukkan kelebihan sesuatu yang khas.
تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا
“Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril.”(QS. Al-Qadr: 4)
Lafadz “ar-ruh” dalam contoh di atas merupakan lafadz tambahan karena maknanya tercakup oleh lafad sebelumnya, yaitu lafadz “al-malaa-ikatu”.
Dalam ayat tersebut, Allah secara khusus menyebut Ar-Ruuh, yakni Jibril, padahal ia telah tercakup dalam keumuman malaikat. Hal ini dimaksudkan sebagai penghormatan dan penghargaan bagi Jibril, seakan-akan ia dari jenis lain.
b.    Dzikrul ‘am ba’dal khash yaitu menyebutkan lafadz yang umu setelah lafadz yang khusus. Berfaedah untuk menunjukkan ketercakupan lafadz yang khusus ke dalam lafadz yang umum dengan member perhatian khusus kepada sesuatu yang khusus karena disebut dua kali.
رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِمَنْ دَخَلَ بَيْتِيَ مُؤْمِنًا وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
“Ya Tuhanku! ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahKu dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan.” (QS. Nuh: 28)
Dalam ayat ini Allah menyebutkan lafadz “al-mu’miniin wal mu’minaat”, yang keduanya lafadz umum, mencakup orang-orang yang disebut pada lafadz-lafadz sebelumnya.
c.    Al-Idhah ba’dal ibham yaitu menyebutkan lafadz yang jelas meknanya setelah menyebutkan lafadz yang maknanya tidak jelas. Berfaedah untuk mempertegas makna dalam perhatian pendengar dengan disebutkan dua kali, pertama secara samar, dan kedua dengan tegas..
وَقَضَيْنَا إِلَيْهِ ذَٰلِكَ الْأَمْرَ أَنَّ دَابِرَ هَٰؤُلَاءِ مَقْطُوعٌ مُصْبِحِينَ
“Dan Telah kami wahyukan kepadanya (Luth) perkara itu, yaitu bahwa mereka akan ditumpas habis di waktu subuh.” QS. Al-Hijr: 66)
Firman Allah “Anna daabira haa-ulaa-I maqthuu’un musgihiin” merupan penjelasan bagi lafadz “al-amr” yang disebut sebelumnya.
d.   Tikrar yaitu mengulangi penyebutan suatu lafadz. Cara ini berfaedah untuk menegaskan dan memantapkan maknanya di hati pendengar dan juga bisa berfaedah untuk tahassus (menampakkan kesediahan)
e.    I’tiradh yaitu memasukkan anak kalimat ke tengah-tengah suatu kalimat atau antara dua kata yang berkaitan, dan anak kalimat tersebut tidak memiliki kedudukan dalam I’rab. Cara ini berfaedah untuk meningkatkan kebalighan suatu kalimat. Bisa juga untuk tanzih (membersihkan) dan untuk doa.
إنى وقاك الله مارض
“Sesungguhnya aku – semoga Allah memeliharamu – adalah sedang sakit.”
f.     Tadzyiil yaitu mengiringi suatu kalimat dengan kelimat lain yang mencakup maknanya. Dan hal ini berfaedah sebagai taukid. Tadzyiil itu ada dua macam :
1.    Jaarin majral mitsl (berlaku sebagai contoh) bila kalimat yang ditambahkan itu maknanya mandiri, tidak membutuhkan kalimat pertama.
2.    Ghairu jaarin mitsl (bila kalimat kedua itu tidak dapat lepas dari kalimat pertama).
g.    Ihtiras (penjagaan), yaitu bila si pembicara menyampaikan suatu kalimat yang memungkinkan timbulnya kesalahpahamn, maka hendaklah ia tambahkan lafadz atau kalimat untuk menghindarkan kesalahpahaman tersebut.

0 komentar:

Posting Komentar