Dimalam
yang sunyi senyap terdengar sayup-sayup suara anak kecil yang sedang asyik
membaca buku bekas yang di temukannya di pembuangan sampah. Dirumah yang kecil
terbuat dari kardus dan di terangi dengan cahaya redup lilin, anak itu dengan
tekun membaca setiap lampiran buku yang ada di hadapannya.
"Raden Ajeng Kartini adalah
seorang pahlawan wanita yang membela dan memperjuangkan hak-hak wanita, beliau
telah menciptakan buku yang berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang".
"Din udah malem, cepat tidur ! besok kita harus kerja" ibu udin
menyela.
"Ya, bu ! Udin tau, tapi
Udin ingin belajar dulu" jawab Udin.
"Ya nak ibu tahu kamu ingin
seperti anak-anak sebayamu yang bersekolah khan ?"
"ehm.. ehmm.. ya bu! Udin
ingin sekali menjadi anak yang pintar meskipun Udin tidak mampu untuk sekolah,
Udin punya cita-cita untuk menjadi seorang guru yang bisa mengajari semua orang
walaupun orang itu tidak mampu dan Udin juga ingin… sekali membahagiakan ibu,
Apa Udin salah mempunyai cita-ciat seperti itu?"
"Udin tidak salah nak ! Ibu
malah bangga sekali kalau Udin mempunyai
cita-cita seperti itu, tapi ibu merasa sedih sekali nak karena
seharusnya anak seusia kamu harus sekolah bukannya menjadi seorang pengamen
ataupun pemulung, andaikan saja bapakmu masih ada nak pasti kita tidak hidup
seperti ini" pinta ibu. Udin hanya terdiam dan menginggat kejadian 2 tahun
silam, ketika ia masih duduk di kelas 4 SD pada waktu itu ia masih bias
besekolah seperti anak-anak yang lainnya.
Keluarga
Udin adalah keluarga sederhana yang bisa di bilang selalu tercukupi dalam
masalh akebutuhan tetapi setelah ayahnya di vonis mengidap penyakit paru-paru
stadium tinggi. Ibu udin saat itu seorang penjual kue dan ayahnya seorang
sebagai serabutan hingga tidak sanggup lagi membiayai pengobatan ayahnya, uang
tabunganpun habis dan semua harta yang di milikinya ludes tapi Tuhan
berkehendak lain ayah Udin pun meninggal, karena penyakit yang sangat parah dan
tidak sanggup melanjutkan biaya pengobatannya. Ketika ityu udin masih berumur 9
tahun, dia masih terlalu kecil untuk menghadapi cobaan seperti itu akhirnya dia
dan ibunya hidup dalm kemiskinan rumah satu-satunya, peninggalan dari ayahnyapun
tudak bias di pertahankan sehingga terpaksa rumah itupun di jual untuk memenuhi
kebutuhan demi kelangsungan hidup mereka berdua, Udinpun terpaksa putus sekolah
karena keadaan ekonomi keluarganya. Dan demi kelangsungan hidup mereka, ibunya
pun terpaksa menjadi seorang pemulung untuk mencari makan sesuap nasi saja
mereka susah, terkadang Udin menjadi seorang pengamen jalananan, terkadang juga
ia menjadi loper koran yang di tawarkan dijalan-jalan ketika lampu merah
menyala dan jalanan macet total.
"Nak .. udah jam 10 malam
ayo kita tidur, ibu khawatir besok kamu kecapekkan gara-gara kurang tidur"
seketika ibu membuyarkan lamunan Udin.
"Oh… ya bu! Ayo kita
tidur" udinpun memunguti buku-buku yang di bacanya dan bergegas tidur.
Sinar
matahari menerobos celah-celah rumah kardus udin yang membangunkan tidur
lelapnya, udipun bergegas bangun dan di dapatinya ibunya sudah bersiap-siap
untuk bekerja seperti biasanya dia pun bersiap-siap dan ikut dengan ibunya
menuju tempat pembuangan sampah
"bu ! Udin ikut Jupri
ngamen ya?" Pinta Udin.
"ya , hati-hati ya
nak" jawab ibu
Udinpun bergegas menuju tempat
mangkal Jupri sesampainya di sana Udinpun mengajak Yudi dengan membawa sebuah
gitar kecil dan Jupri membawa sebuah kayu yang dia tasnya diberi paku dan tutup
minuman sprit yang sudah di gepengkan (kencer) dan udin yang menyanyikan.
Di
jalanan yang macet Udin dan teman-temannya mengamen di samping mobil-mobil yang berderet menunggu redahnya kemacetan.
Mereka mengamen dari satu mobil ke mobil yang lain ada yang memberi mereka uang
ada juga yang mencaci mareka begitu semangatnya mereka tidak merasakan keringat
yang bercucuran, kemudian mereka beristirahat di tempat yang teduh untuk
menghitung uang, pendapatan Udin dalam sehari biasanya hanya 10 ribu itupun di
bagi-bagi dengan kedua temanya, kemudian mereka berpisah untuk pulang kerumah
mereka masing-masing tetapi Usin tidak langsung bergegas pulang, dia pergi
kesekolahnya dulu yang tiudak jauh dari tempatnya mengamen dan dia sering
melakukan hal ini ketika ia pulang dari mengamen. Ketika sampai di sana udin
menyelinap kebelakang sekolah untuk menyaksikan atau mendengarkan kegiatan
belajar mengajar yang sedang berlangsung saat itu. Umur Udin sekang sudah 11tahun dan anak
seumurannya sudah kelas 6 SD, dia sangat malu bila bertemu dengan temannya karena
keadaanya saat ini dengan kaos kumaldan celana pendek yang kotor tetapi ia
tidak pernah patah semangat untuk belajar. Ketika jam pelajaran telah selesai
dia langsung buru-buru pulang karena dia takut ketahuan teman-temannya saat dia
bergegas pulang tidak disangka-sangka udin bertemu dengan gurunya dulu, dia
adalah pak Hermawan. Beliau adalah seorang guru yang penyabar dan baik hati, Udin tidak berani menyapa malah
dia lari untuk menghindari Pak Hermawan tetapi usahanya gagal pak Hermawan
telah menggapai pundaknya sebslum dia pergi jauh, Udin pun ketakutan tetapi
beliau tersenyum lebar kepada anak kecil itu dan Udin pun merasa agak lebih
tenang.
"Udin, kamu benar Udin
anaknya Pak Karjo itu kan?" Tanya Pak Hremawan dengan senyuman lebar dan
nada yang halus.
"i….ya Pak betul"
jawab Udin dengan gagap
"gimana kabarmu dan ibu
sekarang?" Pak Hermawan kembali bertanya
"kabar saya baik Pak,
begitu juga ibu!"
"kamu dan ibunu bagaikan
ditelan bumi menghilang begitu saja, emang sekarang kamu tinggal dimana?"
ungkap Pak Hermawan
"a….nu Pak sekarang saya
tinggal di dekat tempat pembuangan sampah" jawab Udin dengan nada rendah
"Lho kock bisa!!!"
Tanya Pak Hermawan dengan sangat kaget
"Iya, pak … setelah bapak
meninggal kami jual rumah itu untuk biaya hidup kami sehari-hari dan juga
terpaksa tidak melanjutkan sekolah lagi, akhirnya kami hanya bisa pasrah dan
kami beruang untuk menjalani hidup dengan menjadi seorang pemulung karena ibu
sudah tidak punya modal untuk dagang dan kamipun bertahan di rumah kaerdus yang
sempit untuk bertahan hidup" cerita udin kepada pak hermawan
Setelah
panjang lebar Udin bercerita tentang kehidupannya yang sekarang Pak Hermawanpun
merasa iba dengan keadaan udin dan ibunya kemudian udin pulang kerumahnya
dengan Pak Hermawan. Setelah sampai di rumah Udin raut wajah Pak Hermawan
berubah menjadi sedih dan merasa iba dengan keadaan murid yang pernah didiknya.
"Assalamualaikum ….Bu …..
!" Udin mengucapkan salam sambil membuka pintu rumahnya.
"Waalaikum salam !"
jawab ibu dari dalam
"kock tumben pulang agak
sore nak"
"Iya bu ! ini ada Pak
Hermawan yang ingin bertemu dengan ibu"
Dengan tergesa ibu udin keluar
menuju ruang depan rumahnya.
"kalau gak salah inikan Pak
Hermawan guru sekolahmu yang dulu khan nak ??" Tanya ibu Udin sambil
menjabat tangan pak Hermawan.
" Sore bu, bagaimana
keadaan ibu??" sapa pak hermawan.
" Iya pak selamat sore,
Alhamdulillah baik-baik saja pak "
" Maaf pak rumahnya sempit
dan berantakan"
"gak papa bu !! saya tadi
kebetulan bertemu dengan Udin dan saya juga ingin tahu bagaiman keadaan kalian
berdua jadi saya ikut pulang udin dan saya juga meminta udin untuk sedikit bercerita kenapa dia putus
sekolah tanpa ada kabar padahal udin itu anaknya pintar sayang kalau sekolahnya
tidak di lanjutkan" tutur Pak Hermawan
"Iya, bagaimana lagi pak
saya juga sudah tidak bisa membiayai sekolah udin, saya sudah tidak punya
apa-apa lagi sebetulnya saya juga sedih
udin tidak bisa sekolah seperti anak-anak lain padahal semangatnya untuk belajar sangatlah tinggi" tak terasa air
mata ibu udin mengalir
"Yang sabar ya bu" jawab Pak Hermawan
"Maaf ya pak saya koc jadi
cerita masalah saya ke bapak" jawab ibu sampbil mengusap air matanya.
" Gak papa koc bu! Kita
harus saling membantu satu sama lain" tidakj sengaja pak hermawan melihat
tumpukan buku yang sudah agak rusak.
" Din kamu masih suka
baca-baca buku pelajaran din" Tanya pak hermawan sampbil melihat
tumpukan-tumpukan buku itu.
"Oh ya pak ! udin ingin
terus belajar walaupun udin gak bisa sekolah lagi pak" jawab Udin
malu-malu
"Bagus itu din !! benar apa
kata ibumu semangat belajarmu itu sangat tinggi din bahkan di bandingkan dengan
anak-anak orang kaya walaupun mereka mampu sekolah tapi semangat belajar nereka
tidak sebesar semangat belajatmu din, bapak bangga dengan mu din "puji pak
hermawan sambil mengelus punggung Udin.
" Din ! apakah kamu mau
sekolah lagi?? " Tanya pak hermawan
"Ya ..! tapi bagiamana
caranya pak biaya saja tidak ada " sahut ibu Udin
"tanpa biaya bu, sekarang
sudah ada sekolah gratis untuk yang tidak mampu bu," jawab Pak Hermawan
"yang bener Pak , Bapak
tidak bohong kan?" nya ibu denga penuh selidik
"bener bu , saya ini
sungguh-sungguh bu, saya tidak bohong Udin bisa sekolah lagi dengan beasiswa
dari Pemerintah "
"Tanpa biaya bu !! sekarang
sudah ada sekolah gratis untuk anka-anak yang tidak mampu" jawab pak
hermawan
"yang benar pak, Bapak
tidak bohong khan ?" Tanya ibu udin dengan penuh selidik
"benar ,bu ! ! saya ini
sungguh-sungguh saya tidak \bohong, Udin bisa sekolah lagi dengan beasiswa dari
pemerintah"Ujar pak hermawan meyakinkan
"Beneran Pak, Udin bias
sekolah! "tanya Udin dengan tampang kaget
"Iya ,, bapak tidak bohong
din ! besok bapak akan mengurus semuanya sehingga kamu bias sekolah lagi kalaupun ada
uang untuk pendaftaran bapak yang akan menanggungnya din" jawab pak
hermawan
"Hore..hore…hore…udin
sekolah ……!!" udin berteriak sambil melompat-lompat
"Bu kayaknya hari sudah
sore, saya izin pamit pulang dulu" ujar pak hermawan
"Oh.. ya pak, terima kasih
banyak ya pak, bapak sangat baik sekali ! semoga kebaikan bapak di balas oleh
yang maha kuasa," harap ibu udin dengan tetes air mata.
"Amien ……. Sama-sama bu ,
iut sudah menjadi kawajiban saya sebagai seorang muslim kita di anjurkan untuk
saling membantu "
"Terima kasih banyak ,pak !
ucap Udin
"Ya suadah bu saya pamit, assalamualaikum
!"
" wa'alaikumsalam"
jawab ibu dan udin serempak
Keesokan
harinya Pak Hermawan kerumah udin dan mengajak udin beserta ibunya ke sekolah
untuk mengurus pendaftaran sekolah udin, setelah semua urusan yang mennyangkut
tentang pendaftaran selesai Udinpun tidak sabar dan langsung menuju kelasnya,
dihari pertam Udin sekolah, dia berkenalan dengan temannya. Udin mulai belajar
dan mendengarkan serta memperhatikan guru yang menyampaikan pelajaran.
Hari-hari berlalu bulan berganti tahun dan
kini Udin sudah tumbuh seorang dewasa dan
semangat belajarnya sangat tinggi. Udin bias melanjutkan sekolahnya
sampai ke sekolah menengah keatas dengan mempertahankan prestasinya dia
mendapatkan biaya siswa sampai di jenjang pendidikan menengah keatas kehidupan
Udinpun berubah kini ibunya menjadi seorang pembantu rumah tangga dan udin
sendiri sekolah sambil bekerja sampingan. Udin dan ibunya sekarang tinggal di
sebuah rumah kontrakan,daninilah hasil dari sebuah perjuangan yang tak mengenal
lelah dan putus asa da setitik harapan yang sudah terwujud menjadi sebuah
kenyataan
Gapailah mimpi walaupun
rintangan menghadang dan janaganlah patah semangat untuk menggapai impian dan
angan-angan buatla hidup ledih berarti de ngan pengetahuan yang luas tentang
arti sebuah perjuangan
0 komentar:
Posting Komentar