Pages

Rabu, 23 Januari 2013

Setitik Terang Harapan

Dimalam yang sunyi senyap terdengar sayup-sayup suara anak kecil yang sedang asyik membaca buku bekas yang di temukannya di pembuangan sampah. Dirumah yang kecil terbuat dari kardus dan di terangi dengan cahaya redup lilin, anak itu dengan tekun membaca setiap lampiran buku yang ada di hadapannya.
"Raden Ajeng Kartini adalah seorang pahlawan wanita yang membela dan memperjuangkan hak-hak wanita, beliau telah menciptakan buku yang berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang".
"Din udah malem, cepat  tidur ! besok kita harus kerja" ibu udin menyela.
"Ya, bu ! Udin tau, tapi Udin ingin belajar dulu" jawab Udin.
"Ya nak ibu tahu kamu ingin seperti anak-anak sebayamu yang bersekolah khan ?"
"ehm.. ehmm.. ya bu! Udin ingin sekali menjadi anak yang pintar meskipun Udin tidak mampu untuk sekolah, Udin punya cita-cita untuk menjadi seorang guru yang bisa mengajari semua orang walaupun orang itu tidak mampu dan Udin juga ingin… sekali membahagiakan ibu, Apa Udin salah mempunyai cita-ciat seperti itu?"
"Udin tidak salah nak ! Ibu malah bangga sekali kalau Udin mempunyai  cita-cita seperti itu, tapi ibu merasa sedih sekali nak karena seharusnya anak seusia kamu harus sekolah bukannya menjadi seorang pengamen ataupun pemulung, andaikan saja bapakmu masih ada nak pasti kita tidak hidup seperti ini" pinta ibu. Udin hanya terdiam dan menginggat kejadian 2 tahun silam, ketika ia masih duduk di kelas 4 SD pada waktu itu ia masih bias besekolah seperti anak-anak yang lainnya.
Keluarga Udin adalah keluarga sederhana yang bisa di bilang selalu tercukupi dalam masalh akebutuhan tetapi setelah ayahnya di vonis mengidap penyakit paru-paru stadium tinggi. Ibu udin saat itu seorang penjual kue dan ayahnya seorang sebagai serabutan hingga tidak sanggup lagi membiayai pengobatan ayahnya, uang tabunganpun habis dan semua harta yang di milikinya ludes tapi Tuhan berkehendak lain ayah Udin pun meninggal, karena penyakit yang sangat parah dan tidak sanggup melanjutkan biaya pengobatannya. Ketika ityu udin masih berumur 9 tahun, dia masih terlalu kecil untuk menghadapi cobaan seperti itu akhirnya dia dan ibunya hidup dalm kemiskinan rumah satu-satunya, peninggalan dari ayahnyapun tudak bias di pertahankan sehingga terpaksa rumah itupun di jual untuk memenuhi kebutuhan demi kelangsungan hidup mereka berdua, Udinpun terpaksa putus sekolah karena keadaan ekonomi keluarganya. Dan demi kelangsungan hidup mereka, ibunya pun terpaksa menjadi seorang pemulung untuk mencari makan sesuap nasi saja mereka susah, terkadang Udin menjadi seorang pengamen jalananan, terkadang juga ia menjadi loper koran yang di tawarkan dijalan-jalan ketika lampu merah menyala dan jalanan macet total.
"Nak .. udah jam 10 malam ayo kita tidur, ibu khawatir besok kamu kecapekkan gara-gara kurang tidur" seketika ibu membuyarkan  lamunan Udin.
"Oh… ya bu! Ayo kita tidur" udinpun memunguti buku-buku yang di bacanya dan bergegas tidur.
Sinar matahari menerobos celah-celah rumah kardus udin yang membangunkan tidur lelapnya, udipun bergegas bangun dan di dapatinya ibunya sudah bersiap-siap untuk bekerja seperti biasanya dia pun bersiap-siap dan ikut dengan ibunya menuju tempat pembuangan sampah
"bu ! Udin ikut Jupri ngamen ya?" Pinta Udin.
"ya , hati-hati ya nak" jawab ibu
Udinpun bergegas menuju tempat mangkal Jupri sesampainya di sana Udinpun mengajak Yudi dengan membawa sebuah gitar kecil dan Jupri membawa sebuah kayu yang dia tasnya diberi paku dan tutup minuman sprit yang sudah di gepengkan (kencer) dan udin yang menyanyikan.
Di jalanan yang macet Udin dan teman-temannya mengamen di samping mobil-mobil  yang berderet menunggu redahnya kemacetan. Mereka mengamen dari satu mobil ke mobil yang lain ada yang memberi mereka uang ada juga yang mencaci mareka begitu semangatnya mereka tidak merasakan keringat yang bercucuran, kemudian mereka beristirahat di tempat yang teduh untuk menghitung uang, pendapatan Udin dalam sehari biasanya hanya 10 ribu itupun di bagi-bagi dengan kedua temanya, kemudian mereka berpisah untuk pulang kerumah mereka masing-masing tetapi Usin tidak langsung bergegas pulang, dia pergi kesekolahnya dulu yang tiudak jauh dari tempatnya mengamen dan dia sering melakukan hal ini ketika ia pulang dari mengamen. Ketika sampai di sana udin menyelinap kebelakang sekolah untuk menyaksikan atau mendengarkan kegiatan belajar mengajar yang sedang berlangsung saat itu.  Umur Udin sekang sudah 11tahun dan anak seumurannya sudah kelas 6 SD, dia sangat malu bila bertemu dengan temannya karena keadaanya saat ini dengan kaos kumaldan celana pendek yang kotor tetapi ia tidak pernah patah semangat untuk belajar. Ketika jam pelajaran telah selesai dia langsung buru-buru pulang karena dia takut ketahuan teman-temannya saat dia bergegas pulang tidak disangka-sangka udin bertemu dengan gurunya dulu, dia adalah pak Hermawan. Beliau adalah seorang guru yang penyabar  dan baik hati, Udin tidak berani menyapa malah dia lari untuk menghindari Pak Hermawan tetapi usahanya gagal pak Hermawan telah menggapai pundaknya sebslum dia pergi jauh, Udin pun ketakutan tetapi beliau tersenyum lebar kepada anak kecil itu dan Udin pun merasa agak lebih tenang.
"Udin, kamu benar Udin anaknya Pak Karjo itu kan?" Tanya Pak Hremawan dengan senyuman lebar dan nada yang halus.
"i….ya Pak betul" jawab Udin dengan gagap
"gimana kabarmu dan ibu sekarang?" Pak Hermawan kembali bertanya
"kabar saya baik Pak, begitu juga ibu!"
"kamu dan ibunu bagaikan ditelan bumi menghilang begitu saja, emang sekarang kamu tinggal dimana?" ungkap Pak Hermawan
"a….nu Pak sekarang saya tinggal di dekat tempat pembuangan sampah" jawab Udin dengan nada rendah
"Lho kock bisa!!!" Tanya Pak Hermawan dengan sangat kaget
"Iya, pak … setelah bapak meninggal kami jual rumah itu untuk biaya hidup kami sehari-hari dan juga terpaksa tidak melanjutkan sekolah lagi, akhirnya kami hanya bisa pasrah dan kami beruang untuk menjalani hidup dengan menjadi seorang pemulung karena ibu sudah tidak punya modal untuk dagang dan kamipun bertahan di rumah kaerdus yang sempit untuk bertahan hidup" cerita udin kepada pak hermawan
Setelah panjang lebar Udin bercerita tentang kehidupannya yang sekarang Pak Hermawanpun merasa iba dengan keadaan udin dan ibunya kemudian udin pulang kerumahnya dengan Pak Hermawan. Setelah sampai di rumah Udin raut wajah Pak Hermawan berubah menjadi sedih dan merasa iba dengan keadaan murid yang pernah didiknya.
"Assalamualaikum ….Bu ….. !" Udin mengucapkan salam sambil membuka pintu rumahnya.
"Waalaikum salam !" jawab ibu dari dalam
"kock tumben pulang agak sore nak"
"Iya bu ! ini ada Pak Hermawan yang ingin bertemu dengan ibu"
Dengan tergesa ibu udin keluar menuju ruang depan rumahnya.
"kalau gak salah inikan Pak Hermawan guru sekolahmu yang dulu khan nak ??" Tanya ibu Udin sambil menjabat tangan pak Hermawan.
" Sore bu, bagaimana keadaan ibu??" sapa pak hermawan.
" Iya pak selamat sore, Alhamdulillah baik-baik saja pak "
" Maaf pak rumahnya sempit dan berantakan"
"gak papa bu !! saya tadi kebetulan bertemu dengan Udin dan saya juga ingin tahu bagaiman keadaan kalian berdua jadi saya ikut pulang udin dan saya juga meminta udin  untuk sedikit bercerita kenapa dia putus sekolah tanpa ada kabar padahal udin itu anaknya pintar sayang kalau sekolahnya tidak di lanjutkan" tutur Pak Hermawan
"Iya, bagaimana lagi pak saya juga sudah tidak bisa membiayai sekolah udin, saya sudah tidak punya apa-apa lagi  sebetulnya saya juga sedih udin tidak bisa sekolah seperti anak-anak lain padahal semangatnya untuk  belajar sangatlah tinggi" tak terasa air mata ibu udin mengalir
"Yang sabar ya  bu" jawab Pak Hermawan
"Maaf ya pak saya koc jadi cerita masalah saya ke bapak" jawab ibu sampbil mengusap air matanya.
" Gak papa koc bu! Kita harus saling membantu satu sama lain" tidakj sengaja pak hermawan melihat tumpukan buku yang sudah agak rusak.
" Din kamu masih suka baca-baca buku pelajaran din" Tanya pak hermawan sampbil melihat tumpukan-tumpukan buku itu.
"Oh ya pak ! udin ingin terus belajar walaupun udin gak bisa sekolah lagi pak" jawab Udin malu-malu
"Bagus itu din !! benar apa kata ibumu semangat belajarmu itu sangat tinggi din bahkan di bandingkan dengan anak-anak orang kaya walaupun mereka mampu sekolah tapi semangat belajar nereka tidak sebesar semangat belajatmu din, bapak bangga dengan mu din "puji pak hermawan sambil mengelus punggung Udin.
" Din ! apakah kamu mau sekolah lagi?? " Tanya pak hermawan
"Ya ..! tapi bagiamana caranya pak biaya saja tidak ada " sahut ibu Udin
"tanpa biaya bu, sekarang sudah ada sekolah gratis untuk yang tidak mampu bu," jawab      Pak Hermawan
"yang bener Pak , Bapak tidak bohong kan?" nya ibu denga penuh selidik
"bener bu , saya ini sungguh-sungguh bu, saya tidak bohong Udin bisa sekolah lagi dengan beasiswa dari Pemerintah "
"Tanpa biaya bu !! sekarang sudah ada sekolah gratis untuk anka-anak yang tidak mampu" jawab pak hermawan
"yang benar pak, Bapak tidak bohong khan ?" Tanya ibu udin dengan penuh selidik
"benar ,bu ! ! saya ini sungguh-sungguh saya tidak \bohong, Udin bisa sekolah lagi dengan beasiswa dari pemerintah"Ujar pak hermawan meyakinkan
"Beneran Pak, Udin bias sekolah! "tanya Udin dengan tampang kaget
"Iya ,, bapak tidak bohong din ! besok bapak akan mengurus semuanya  sehingga kamu bias sekolah lagi kalaupun ada uang untuk pendaftaran bapak yang akan menanggungnya din" jawab pak hermawan
"Hore..hore…hore…udin sekolah ……!!" udin berteriak sambil melompat-lompat
"Bu kayaknya hari sudah sore, saya izin pamit pulang dulu" ujar pak hermawan
"Oh.. ya pak, terima kasih banyak ya pak, bapak sangat baik sekali ! semoga kebaikan bapak di balas oleh yang maha kuasa," harap ibu udin dengan tetes air mata.
"Amien ……. Sama-sama bu , iut sudah menjadi kawajiban saya sebagai seorang muslim kita di anjurkan untuk saling membantu "
"Terima kasih banyak ,pak ! ucap Udin
"Ya suadah bu saya pamit, assalamualaikum !"
" wa'alaikumsalam" jawab ibu dan udin serempak
Keesokan harinya Pak Hermawan kerumah udin dan mengajak udin beserta ibunya ke sekolah untuk mengurus pendaftaran sekolah udin, setelah semua urusan yang mennyangkut tentang pendaftaran selesai Udinpun tidak sabar dan langsung menuju kelasnya, dihari pertam Udin sekolah, dia berkenalan dengan temannya. Udin mulai belajar dan mendengarkan serta memperhatikan guru yang menyampaikan pelajaran.
Hari-hari berlalu bulan berganti tahun dan kini Udin sudah tumbuh seorang dewasa dan  semangat belajarnya sangat tinggi. Udin bias melanjutkan sekolahnya sampai ke sekolah menengah keatas dengan mempertahankan prestasinya dia mendapatkan biaya siswa sampai di jenjang pendidikan menengah keatas kehidupan Udinpun berubah kini ibunya menjadi seorang pembantu rumah tangga dan udin sendiri sekolah sambil bekerja sampingan. Udin dan ibunya sekarang tinggal di sebuah rumah kontrakan,daninilah hasil dari sebuah perjuangan yang tak mengenal lelah dan putus asa da setitik harapan yang sudah terwujud menjadi sebuah kenyataan
Gapailah mimpi walaupun rintangan menghadang dan janaganlah patah semangat untuk menggapai impian dan angan-angan buatla hidup ledih berarti de ngan pengetahuan yang luas tentang arti sebuah perjuangan

0 komentar:

Posting Komentar