Pages

Rabu, 23 Januari 2013

Sejarah pendidikan Islam masa raja-raja Islam di Nusantara

A.  Pengertian Pendidikan Islam
Secara etimologis pendidikan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab “Tarbiyah” dengan kata kerjanya “Robba” yang berarti mengasuh, mendidik, memelihara. Menurut pendapat ahli, Ki Hajar Dewantara pendidikan adalah tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, maksudnya pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.

 Pendidikan adalah segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan. HM. Arifin menyatakan, pendidikan secara teoritis mengandung pengertian “memberi makan” kepada jiwa anak didik sehingga mendapatkan kepuasan rohaniah, juga sering diartikan dengan menumbuhkan kemampuan dasar manusia.
 Pendidikan Islam menurut Zakiah Drajat merupakan pendidikan yang lebih banyak ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan, baik bagi keperluan diri sendiri maupun orang lain yang bersifat teoritis dan praktis.
Dengan demikian, pendidikan Islam berarti proses bimbingan dari pendidik terhadap perkembangan jasmani, rohani, dan akal peserta didik ke arah terbentuknya pribadi muslim yang baik (Insan Kamil).
B.  Masuknya Islam ke Indonesia
Masuk dan berkembangnya islam ke Indonesia dipandang dari segi historis dan sosiologis sangatlah kompleks dan terdapat banyak masalah, terutama tentang sejarah perkembangan awal Islam. Ada perbedaan antara pendapat lama dan pendapat baru. Pendapat lama sepakat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad ke-13 M dan pendapat baru menyatakan bahwa Islam masuk pertama kali ke Indonesia pada abad ke-7 M.. Namun yang pasti, hampir semua ahli sejarah menyatakan bahwa daerah Indonesia yang mula-mula dimasuki Islam adalah Aceh. Masuknya Islam ke Indonesia ada yang mengatakan dari India, dari Persia, atau dari Arab. Yang dilakukan secara damai, dapat dilihat melalui jalur perdagangan, dakwah, perkawinan, ajaran tasawuf dan tarekat, serta jalur kesenian dan pendidikan, yang semuanya mendukung proses cepatnya Islam masuk dan berkembang di Indonesia.
C.  Pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam di Indonesia
Kegiatan pendidikan Islam di Indonesia lahir, tumbuh dan berkembang bersamaan dengan berkembangnya Islam di Indonesia. Konversi massal masyarakat kepada masa Islam pada masa perdagangan disebabkan oleh Islam merupakan agama yang siap pakai, asosiasi Islam dengan islam kejayaan, kejayaan militer Islam, mengajarkan tulisan dan hafalan, kepandaian dalam penyembuhan dan pengajaran tentang moral. Konversi massal masyarakat kepada Islam pada masa kerajaan Islam di Indonesia tidak lepas dari pengaruh penguasa kerajaan serta peran ulama dan pujangga.
Masa perkembangan pendidikan Islam di Indonesia itu terjadi pada beberapa periode, di antaranya adalah masa kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. Di Indonesia sendiri terdapat beberapa kerajaan Islam, di antaranya :
1.    Kerajaan-kerajaan Islam di Aceh
a.    Zaman  Kerajaan Islam Samudra Pasai
 Kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah kerajaan Samudra Pasai, yang didirikan pada abad ke-10 M dengan raja pertamanya Malik Ibrahim bin Mahdum. Yang kedua bernama Al-Malik Al-Shaleh dan yang terakhir bernama Al-Malik Sabar Syah (tahun 1444 M/ abad ke-15 M).
  Pada tahun 1345, Ibnu Batutah dari Maroko sempat singgah di Kerajaan Pasai pada zaman pemerintahan Malik Az-Zahir, raja yang terkenal alim dalam ilmu agama dan bermazhab Syafi’i.
 Keterangan Ibnu Batutah tersebut dapat ditarik kesimpulan pendidikan yang berlaku di zaman kerajaan Pasai sebagai berikut:
1.       Materi pendidikan dan pengajaran agama bidang syari’at adalah Fiqh mazhab Syafi’i.
2.       Sistem pendidikannya secara informal berupa majlis ta’lim dan halaqoh.
3.       Tokoh pemerintahan merangkap tokoh agama.
4.       Biaya pendidikan bersumber dari Negara.
 Pada zaman kerajaan Samudra Pasai mencapai kejayaannya pada abad ke-14 M, maka pendidikan juga tentu mendapat tempat tersendiri. Mengutip keterangan Tome Pires, yang menyatakan bahwa “di Samudra Pasai banyak terdapat kota, dimana antar warga kota tersebut terdapat orang-orang berpendidikan”.
 Menurut Ibnu Batutah juga, Pasai pada abad ke-14 M, sudah merupakan pusat studi Islam di Asia Tenggara, dan banyak berkumpul ulama-ulama dari negara-negara Islam. Ibnu Batutah menyatakan bahwa Sultan Malikul Zahir adalah orang yang cinta kepada para ulama dan ilmu pengetahuan. Bila hari jum’at tiba, Sultan sembahyang di Masjid menggunakan pakaian ulama, setelah sembahyang mengadakan diskusi dengan para alim pengetahuan agama, antara lain: Amir Abdullah dari Delhi, dan Tajudin dari Ispahan. Bentuk pendidikan dengan cara diskusi disebut Majlis Ta’lim atau halaqoh. Sistem halaqoh yaitu para murid mengambil posisi melingkari guru. Guru duduk di tengah-tengah lingkaran murid dengan posisi seluruh wajah murid menghadap guru.
b.    Zaman kerajaan Islam Perlak
Kerajaan Perlak merupakan salah satu kerajaan Islam tertua di Indonesia. Bahkan ada yang menyatakan lebih dahulu dari kerajaan Samudera Pasai. Rajanya yang pertama Sultan Alaudin (tahun 1161-1186 H/abad 12 M). Antara Pasai dan Perlak terjalin kerja sama yang baik sehingga seorang Raja Pasai menikah dengan Putri Raja Perlak. Perlak merupakan daerah yang terletak sangat strategis di Pantai Selat Malaka, dan bebas dari pengaruh Hindu.
Kerajaan Islam Perlak juga memiliki pusat pendidikan Islam Dayah Cot Kala. Dayah disamakan dengan Perguruan Tinggi, materi yang diajarkan yaitu bahasa Arab, tauhid, tasawuf, akhlak, ilmu bumi, ilmu bahasa dan sastra Arab, sejarah dan tata negara, mantiq, ilmu falaq dan filsafat. Daerahnya kira-kira dekat Aceh Timur sekarang. Pendirinya adalah ulama Pangeran Teungku Chik M.Amin.
Rajanya yang ke enam bernama Sultan Mahdum Alaudin Muhammad Amin yang memerintah antara tahun 1243-1267 M, terkenal sebagai seorang Sultan yang arif bijaksana lagi alim. Beliau adalah seorang ulama yang mendirikan Perguruan Tinggi Islam yaitu suatu Majlis Taklim tinggi dihadiri khusus oleh para murid yang sudah alim. Lembaga tersebut juga mengajarkan dan membacakan kitab-kitab agama yang berbobot pengetahuan tinggi, misalnya kitab Al-Umm karangan Imam Syafi’i. Dengan demikian pada kerajaan Perlak ini proses pendidikan Islam telah berjalan cukup baik.
c.    Zaman kerajaan Aceh Darussalam
Kerajaan Aceh Darussalam yang diproklamasikan pada tanggal 12 Zulqo’dah 916 H (1511 M) menyatakan perang terhadap buta huruf dan buta ilmu. Hal ini merupakan tempaan sejak berabad-abad yang lalu, yang berlandaskan pendidikan Islam dan Ilmu pengetahuan.
Proklamasi kerajaan Aceh Darussalam adalah hasil peleburan kerajaan Islam Aceh di belahan Barat dan Kerajaan Islam Samudra Pasai di belahan Timur. Putra Sultan Abidin Syamsu Syah diangkat menjadi Raja dengan Sultan Alaudin Ali Mughayat Syah (1507-1522 M). Aceh pada saat itu merupakan sumber ilmu pengetahuan dengan sarjana-sarjananya yang terkenal di dalam dan luar negeri, sehingga banyaklah orang luar yang datang ke Aceh untuk menuntut ilmu. Bahkan ibukota kerajaan Aceh Darussalam terus berkembang menjadi kota internasional dan menjadi pusat perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
Dalam Bidang pendidikan di kerajaan Aceh Darussalam benar-benar menjadi perhatian. Pada saat itu terdapat lembaga-lembaga negara yang bertugas dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan yaitu:
1.      Balai Seutia Hukama, merupakan lembaga ilmu pengetahuan, tempat berkumpulnya para ulama, ahli pikir dan cendikiawan untuk membahas dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
2.      Balai Seutia Ulama, merupakan jawatan pendidikan yang bertugas mengurus masalah-masalah pendidikan dan pengajaran.
3.      Balai Jama’ah Himpunan Ulama, merupakan kelompok studi tempat para ulama dan sarjana berkumpul untuk bertukar fikiran membahas persoalan pendidikan dan ilmu pendidikannya.
Adapun jenjang pendidikan yang ada adalah sebagai berikut :
1.      Meunasah (Madrasah), Terdapat disetiap kampung, berfungsi sebagai sekolah dasar.
2.      Rangkang, merupakan masjid sebagai tempat berbagai aktifitas umat termasuk pendidikan (setingkat Madrasah tsanawiyah)
3.      Dayah, Terdapat disetiap daerah ulebalang dan terkadang berpusat di masjid, dapat disamakan dengan Madrasah Aliyah sekarang.
4.      Dayah Teuku Cik, Dapat disamakan dengan Perguruan Tinggi atau akademi.
Salah satu tokoh pendidikan agama Islam yang berada di kerajaan Aceh adalah Hamzah Fansuri. Ia merupakan seorang pujangga dan guru agama yang terkenal dengan ajaran tasawuf yang beraliran wujudiyah. Diantara karya-karya Hamzah Fansuri adalah Asrar Al-Aufin, Syarab Al-Asyikin, dan Zuiat Al-Nuwahidin. Sebagai seorang pujangga ia menghasilkan karya-karya, Syair si burung pungguk, syair perahu.
Ulama penting lainnnya adalah Syamsuddin As-Samathrani atau lebih dikenal dengan Syamsuddin Pasai. Ia adalah murid dari Hamzah Fansuri yang mengembangkan paham wujudiyah di Aceh. Kitab yang ditulis, Mir’atul al-Qulub, Miratul Mukmin dan lainnya.
Dengan demikian jelas sekali bahwa dikerajaan Aceh Darussalam Ilmu Pengetahuan benar-benar berkembang dengan pesat dan mampu melahirkan para ulama dan ahli ilmu pengetahuan, seperti Hamzah Fansuri, Syekh Syamsudin Sumatrani, Syekh Nuruddin Ar Raniry dan Syekh Abdur Rauf Tengku Syiah Kuala, yang merupakan nama-nama yang tidak asing lagi sampai sekarang ini.
2.    Kerajaan-kerajaan Islam di jawa
a.    Kerajaan Demak
Kerajaan Demak didirikan oleh Raden Fatah pada awal abad XIV, tepatnya sekitar tahun 1518 M. Pada mulanya, Demak merupakan pusat pengajaran Islam yang dipelopori oleh Raden Fatah (tahun 1500 M), kemudian makin lama Demak berkembang menjadi kota perdagangan dan akhirnya menjadi sebuah kerajaan. Pendidikan dan pengajaran Islam bertambah maju dan penyebaran Islam seluruh pulau jawa maju pesat karena adanya bantuan pemerintah dan pembesar-pembesar Islam yang membelanya. Dengan demikian, pendidikan dan ajaran Islam mulai mendesak dan mengurangi pengaruh agama Hindu sedikit demi sedikit.
Tentang sistem pelaksanaan pendidikan dan pengajaran agama Islam di Demak punya kemiripan dengan yang dilaksanakan di Aceh, yaitu dengan mendirikan masjid ditempat-tempat yang menjadi sentral disuatu daerah, disana diajarkan pendidikan agama dibawah pimpinan seorang Badal untuk menjadi seorang guru, yang menjadi pusat pendidikan dan pengajaran serta sumber agama Islam.
Wali suatu daerah diberi gelar resmi, yaitu gelar sunan dengan ditambah nama daerahnya, sehingga tersebutlah nama-nama seperti: Sunan Gunung Jati, Sunan Geseng, Kiai Ageng Tarub, Kiai Ageng Sela dan lain-lain.
Untuk menyempurnakan rencana pendidikan, wali songo dari kerajaan Demak mengambil keputusan untuk mengisi semua cabang kebudayaan Nasional, yakni filsafat hidup, kesenian, kesusilaan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan yang lain-lainnya dengan anasir-anasir pendidikan dan pengajaran Islam agar agama Islam mudah diterima dan menjadi darah daging dalam kehidupan masyarakat. Usaha ini berhasil dengan baik. Keberhasilan ini menunjukkan kecakapan, kebijaksanaan Sunan Kalijaga dan Sunan Giri dalam lapangan pendidikan dan pengajaran Islam.
b.    Kerajaan Islam Mataram.
Perpindahan kekuasaan dari Demak ke Pajang tidak menyebabkan perubahan yang berarti dalam sistem pendidikan dan pengajaran Islam. Setelah pusat kerajaan Islam berpindah dari Pajang ke Mataram (tahun 1586 M), tampak beberapa perubahan, terutama pada zama sultan Agung (tahun 1613 M). Setelah mempersatukan Jawa Timur dengan Mataram serta daerah-daerah yang lain, Sultan Agung mulai mencurahkan perhatiaannya untuk membangun negara, seperti mempergiat berladang dan bersawah, serta memajukan perdagangan dengan luar negeri.
Pada zaman kerajaan Mataram, pendidikan sudah mendapat perhatian sedemikian rupa, seolah-olah tertanam semacam kesadaran akan pendidikan pada masyarakat kala itu. Ketikan itu hampir setiap desa diadakan tempat pengajian alquran, yang diajarkan huruf hijaiyah, membaca alquran, barzanji, pokok dan dasar-dasar ilmu agama Islam dan sebagainya. Adapun cara mengajarkan dengan cara hafalan semata-mata. Disetiap tempat pengajian dipimpin oleh guru yang bergelar modin.
Selain pelajaran alquran, juga ada tempat pengajian kitab, bagi murid-mrid yang telah khatam mengaji alquran. Tempat pengajiannya disebut pesantren. Para santri harus tinggal diasrama yang dinamai pondok. Adapun cara yang dipergunakan untuk mengajarkan kitab ialah dengan sistem sorogan, seorang demi seorang bagi murid-murid permulaan, dan dengan cara bendungan(halaqah) bagi pelajar-pelajar yang sudah lama dan mendalam keilmuannya.
Sementara itu pada beberapa daerah kabupaten diadakan pesantren besar, yang dilengkapi pondoknya, untuk kelanjutan bagi santri yang menyelesaikan pendidikan dipesantren desa. Pesantren ini adalah sebagai lembaga pendidikan tingkat tinggi.

0 komentar:

Posting Komentar