1.
Obyek Pendidikan dalam Surat At-Tahrim Ayat 6
Dalam
sebuah pendidikan tentunya terdapat ilmu pengetahuan, adanya tujuan pendidikan,
subjek pendidikan, metode pengajaran dan tentunya terdapat objek pendidikan
pula. Dalam objek pendidikan telah terserat dalam Al-Quran, yaitu dalam surat
At-Tahrim ayat 6, Asy-Syu’araa ayat 214, At-Taubah ayat 122 dan An-Nisa ayat
170.
1.
QS.
At-tahrim ayat 6
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ
نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ
لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا
أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُون
Artinya : Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa
yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan. ( QS. At-Tahrim : 6 )
Dalam ayat ini terdapat lafadz
perintah berupa فعل أمر yang secara langsung dan tegas, yakni lafadz قوا
(peliharalah/jagalah), hal ini dimaksudkan bahwa kewajiban setiap orang Mu’min
salahsatunya adalah menjaga dirinya sendiri dan keluarganya dari siksa neraka.
Dalam
tafsir Jalalain proses penjagaan tersebut adalah dengan pelaksanaan perintah
taat kepada Allah swt. Merupakan tanggung jawab setiap manusia untuk menjaga
dirinya sendiri, serta keluarganya yang nanti akan dimintai pertanggung jawabannya.
Sebagaimana
“Dari Ibnu Umar ra. Berkata: saya mendengar Rosululloh SAW. Bersabda : Setiap
dari kamu adalah pemimpin, dan setiap dari kamu akan dimintai
pertanggungjawaban atas kepemimpinannya, seorang imam adalah pemimpin dan akan
ditanyai atas kepemimpinannya, orang laki-laki adalah pemimpin dalam
keluarganya dan akan ditanyai atas kepemimpinannya (HR. Bukhary-Muslim).
Diriwayatkan
bahwa ketika ayat ke enam ini turun, Umar berkata: "Wahai Rasulullah, kami
sudah menjaga diri kami, dan bagaimana menjaga keluarga kami?" Rasulullah
SAW. menjawab: "Larang mereka mengerjakan apa yang kamu dilarang
mengerjakannya dan perintahkanlah mereka melakukan apa yang Allah memerintahkan
kepadamu melakukannya. Begitulah caranya menyelamatkan mereka dari api neraka.
Neraka itu dijaga oleh malaikat yang kasar dan keras yang pemimpinnya berjumlah
sembilan belas malaikat, mereka dikuasakan mengadakan penyiksaan di dalam
neraka, tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepadanya.
Maka
jelas bahwa tugas manusia tidak hanya menjaga dirinya sendiri, namun juga
keluarganya dari siksa neraka. Untuk dapat melaksanakan taat kepada Allah SWT,
tentunya harus dengan menjalankan segala perintahNya, serta menjauhi segala
laranganNya. Dan itu semua tak akan bisa terjadi tanpa adanya pendidikan
syari’at. Maka disimpulkan bahwa keluarga juga merupakan objek pendidikan.
Dilihat
dari ayat itu sendiri terdapat hubungan antar kalimat (munasabah), bahwa
manusia diharapkan seperti prilaku malaikat, yakni mengerjakan apa yang
diperintah Allah SWT. Tafsiran: ayat ini menerangkan tentang ultimatum kepada
kaum mu’minin (diri dan keluarganya) untuk tidak melakukan kemurtadan dengan
lidahnya, meskipun hatinya tidak.
Kesimpulan:
ayat ini menunjukkan perintah untuk menjaga diri dan keluarga dari api neraka
dan merupakan tarbiyah untuk diri sendiri dan keluarga, pelajaran dari Ayat
tersebut :
1.
Perintah Taqwa Kepada Allah Swt Dan Berdakwah
Dalam
ayat ini firman Allah ditujukan kepada orang-orang yang percaya kepada Allah
dan rasul-rasul-Nya, yaitu memerintahkan supaya mereka, menjaga dirinya dari
api neraka yang bahan bakarnya terdiri dari manusia dan batu, dengan taat dan
patuh melaksanakan perintah Allah, dan mengajarkan kepada keluarganya supaya
taat dan patuh kepada perintah Allah untuk menyelamatkan mereka dari api
neraka. Api neraka disediakan bagi para kafir / pendurhaka yang tidak mau taat
kepada Allah dan yang selalu berbuat maksiat.
Neraka
adalah balasan setimpal bagi para pembuat kemungkaran, kemusyrikan dan
kekacauan. Bahan bakar api neraka seperti dijelaskan dalam ayat diatas adalah
manusia, sungguh mengerikan tidak dapat kita bayangkan manusia menjadi bahan
bakar dan juga bahan bakarnya adalah batu, dalam tafsir ibnu katsir dijelaskan
bahwa batu yang dimaksud adalah batu yang sering dijadikan sesembahan oleh para
musyrikin atau berhala. Oleh karena itu
kita diwajibkan oleh Allah untuk taat kepada-Nya supaya selamat daripada siksa-Nya.
Caranya membina diri kita terlebih dahulu dalam mendalami akidah dan adab islam
kemudian setelah kita mampu melaksanakan maka kita wajib mendakwahkan kepada
yang lain yaitu orang-orang terdekat kita / keluarga yaitu orang tua, istri,
anak, adik, kakak dan karib kerabat.
Kemudian
jika sudah mapan kita berdakwah dengan mereka, maka kita dituntut untuk
menyebarkan kepada pihak masyarakat setelah berhasil maka masyarakat itu
dituntut menyebarkan dakwah seluas-luasnya keluar daerahnya. Dengan hal inilah
kita akan menyebarkan sebagian dari rahmat-Nya (kasih sayang Allah) yaitu
ajaran islam yang penuh dengan
keselamatan dan kedamaian. sebagaimana diijelaskan dengan firman-Nya:
وَ أَنذِرْ عَشِيرَتَك الأَقْرَبِينَ
Artinya: Dan
berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat. (Q.S Asy Syu'ara':
214)
2.
Anjuran Menyelamatkan Diri Dan Keluarga Dari Api Neraka
Banyak
sekali amalan shalih yang menjadikan seseorang masuk surga dan dijauhkan dari
api neraka, misalnya bersedekah, berdakwah, berakhlaq baik, saling tolong
menolong dalam kebaikan dan sebagainya. Di antara cara menyelamatkan diri dari
api neraka itu ialah mendirikan shalat dan bersabar, sebagaimana firman Allah
SWT.
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا
Artinya: Dan
perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu
mengerjakannya (Q.S Taha: 132).
3.
Pentingnya Pendidikan Islam Sejak Dini
Memang
sudah menjadi fitrah dari setiap manusia yang sudah berkeluarga senantiasa mendambakan
seorang anak. Anak adalah aset bagi orang tua dan di tangan orang tualah
anak-anak tumbuh dan menemukan jalan-jalannya, namun mungkin banyak dari kita
para orang tua yang belum menyadari bahwa sesungguhnya dalam diri si kecil
terjadi perkembangan potensi yang kelak akan berharga sebagai sumber daya
manusia. Banyak orang tua “salah asuh” kepada anak sehingga perkembangan fisik
yang cepat diera globalisasi ini tidak diiringi dengan perkembangan mental dan
spiritual yang benar kepada anak sehingga banyak prilaku kenakalan-kenalakan
oleh para Remaja.
Dalam
lima tahun pertama seorang anak mempunyai potensi yang sangat besar untuk
berkembang. Pada usia ini 90% dari fisik otak anak sudah terbentuk. Karena itu,
di masa-masa inilah anak-anak seyogyanya mulai diarahkan. Karena saat-saat
keemasan ini tidak akan terjadi dua kali, sebagai orang tua yang proaktif kita
harus memperhatikan benar hal-hal yang berkenaan dengan perkembangan sang buah
hati,
Anak
pada usia 0 sampai 6 tahun bagian otak yang berfungsi hanyalah otak bagian kiri
yang berperan menangkap apa-apa yang ada di sekitarnya (masa-masa membeo),
sedangkan otak yang berperan sebagai penyaring (otak bagian kanan) belum
berfungsi, ketika anak berusia 7-8 tahun otak bagian kanan baru mulai
berfungsi, dan baru mampu membedakan mana yang boleh dan tidak, mana yang baik
dan buruk. Maka sebagai orang tua yang ingin anaknya menjadi anak saleh maka
tidak akan menyia-nyiakan masa ini (umur 5-9 tahun) untuk mengajari anak
disiplin, tata pergaulan, rajin sholat dan mengaji, mengajari adab dan sopan
santun, mengajari ilmu-ilmu terapan dsb. Karena bagi anak hal itu akan lebih
mudah diserap daripada mengajari anak jika telah menginjak usia remaja hal itu
tentu akan lebih sulit tak bahkan jarang orang tua akan menemukan pembangkangan
dari anak, karena seperti pepatah “belajar diwaktu kecil seperti mengukir
diatas batu dan masuknya ilmu semudah masuknya sesuatu kedalam air”, “belajar
diwaktu dewasa seperti mengukir diatas air dan masuknya ilmu sesulit mengukir
diatas batu.
4.
Keimanan Kepada Para Malaikat
Ayat
diatas mengandung pelajaran keimanan kita kepada sifat para malaikat yang suci
dari dosa dan tidak pernah membangkang apa yang diperintahkan oleh Allah SWT.
Berbeda dengan manusia dan jin yang kadang taat kadang pula melanggar bahkan
ada juga yang tidak pernah taat sama sekali atau selalu berbuat maksiat.
2.
QS.
Asy-Syu’araa Ayat 214
وَ أَنذِرْ عَشِيرَتَك الأَقْرَبِينَ
Artinya : dan
berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat, (QS. Asy –Syu’araa :
214)
Sesuai
dengan ayat sebelumnya (QS. At Tahrim: 6) bahwa terdapat perintah langsung
dengan fi’il amar (berilah peringatan). Namun perbedaannya adalah tentang
objeknya, dimana dalam ayat ini adalah kerabat-kerabat ( الأقربين ) mereka
adalah Bani Hasyim dan Bani Muthalib, lalu Nabi saw memberikan peringatan
kepada mereka secara terang-terangan.
Demikianlah
menurut keterangan hadis yang telah dikemukakan oleh Imam Bukhari dan Imam
Muslim., namun hal ini bukan berarti khusus untuk Nabi SAW saja kepada Bani
Hasyim dan Muthallib, tetapi juga untuk seluruh umat Islam. Sebab sesuai kaidah
ushul fiqh: ”...dengan umumnya lafadz, bukan dengan khususnya sebab”.
Dilihat
dari munasabah ayat, selanjutnya terdapat ayat ke-215 yang artinya : ”Dan
rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang yang mengikutimu, yaitu
orang-orang yang beriman” (QS. Asy-Syu’araa: 215). Jadi perintah ini juga
berlaku untuk seluruh umat Islam.
Asbab nuzul ayat ini, Ketika ayat
ini turun Rasulullah SAW bersabda: “Wahai Bani Abdul Muthalib, demi Allah
aku tidak pernah menemukan sesuatu yang lebih baik di seluruh bangsa Arab dari
apa yang kubawa untukmu. Aku datang kepadamu untuk kebaikan di dunia dan
akhirat. Allah telah menyuruhku mengajakmu kepada-Nya. Maka, siapakah di antara
kamu yang bersedia membantuku dalam urusan ini untuk menjadi saudaraku dan
washiku serta khalifahku?” Mereka semua tidak bersedia kecuali Ali bin Abi
Thalib.
Di
antara hadirin beliaulah yang paling muda. Ali berdiri seraya berkata: “Aku
ya, Rasulullah Nabi. Aku (bersedia menjadi) wazirmu dalam urusan ini”. Lalu
Rasulullah SAW memegang bahu Ali seraya bersabda: “Sesungguhnya Ali ini
adalah saudaraku serta khalifahku terhadap kalian. Oleh karena itu,
dengarkanlah dan taatilah ia.” Mereka tertawa terbahak-bahak sambil berkata
kepada Abu Thalib: “Kamu disuruh mendengar dan mentaati anakmu”. Umat
Islam adalah saudara bagi yang lain, maka harus saling mendidik dan menasehati.
Sebagaimana sabda Nabi SAW: “ Dari Jarir Ibn Abdillah ra. Berkata: Saya
bersumpah setia kepada Rosululloh SAW untuk mendirikan sholat, menunaikan
zakat, dan menasehati kepada setiap muslim”. (HR. Bukhory-Muslim). Maka
kerabat-kerabat kita terdekat merupakan juga objek dakwah dan tarbiyah.
Ayat
ini diturunkan pada awal kedatangan Islam ketika Nabi Muhammad mulai
melaksanakan dakwahnya. Beliau mula-mula diperintahkan alloh agar menyeru keluarganya
yang terdekat. Setelah itu secarab berangsur-angsur menyeru masyarakat
sekitarnya, dan akhirnya kepada seluruh manusia.
Di
sini jelas, perintah menjadikan keluarga terdekat terlebih dahulu dalam arti
sebagai objek pendidikan yang utama. Baru kemudian kerabat jauh dan akhirnya
seluruh manusia.
3.
QS.
At-Taubah ayat 122
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً ۚ فَلَوْلَا نَفَرَ
مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا
قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
Artinya : tidak
sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak
pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya
apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga
dirinya. (QS. At-Taubah ayat 122)
Dalam ayat ini juga terdapat dua
lafadz فعل أمر yang disertai dengan لام أمر, yakni (supaya mereka memperdalam ilmu
agama) dan lafadz (supaya mereka memberi peringatan),yang berarti kewajiban
untuk belajar dan mengajar.
Adapun
proses belajar dan mengajar sangat dianjurkan oleh Nabi SAW. Sabda beliau: ”Dan
darinya (Abu Hurairah ra. Sesungguhnya Rosululloh SAW bersabda: Barangsiapa
yang mengajak kepada petunjuk, maka baginya pahala orang yang mengikutinya
tidak dikurangi sedikitpun dari padanya. (HR. Muslim).
Asbab
Nuzulnya adalah Tatkala kaum Mukminin dicela oleh Allah bila tidak ikut ke
medan perang kemudian Nabi saw. mengirimkan sariyahnya, akhirnya mereka
berangkat ke medan perang semua tanpa ada seorang pun yang tinggal, maka
turunlah firman-Nya berikut ini: Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin
itu pergi ke medan perang semuanya. Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan
suatu kabilah di antara mereka beberapa orang beberapa golongan saja kemudian
sisanya tetap tinggal di tempat untuk memperdalam pengetahuan mereka yakni
tetap tinggal di tempat mengenai agama dan untuk memberi peringatan kepada
kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya dari medan perang, yaitu dengan
mengajarkan kepada mereka hukum-hukum agama yang telah dipelajarinya supaya mereka
itu dapat menjaga dirinya dari siksaan Allah, yaitu dengan melaksanakan
perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Sehubungan
dengan ayat ini Ibnu Abbas r.a. memberikan penakwilannya bahwa ayat ini
penerapannya hanya khusus untuk sariyah-sariyah, yakni bilamana pasukan itu
dalam bentuk sariyah lantaran Nabi saw. tidak ikut. Sedangkan ayat sebelumnya
yang juga melarang seseorang tetap tinggal di tempatnya dan tidak ikut
berangkat ke medan perang, maka hal ini pengertiannya tertuju kepada bila Nabi
saw. berangkat ke suatu ghazwah.
Kesimpulan:
maka tidak sepatutnya seluruh kaum muslimin pergi berperang (jihad), namun
harus ada juga yang harus belajar dan mengajar. Sebab proses tarbiyah sangat
pentingbagi kukuhnya Islam. Rosul SAW bersabda (artinya): ”Di hari kiamat
kelak tinta yang digunakan untuk menulis oleh para ulama akan ditimbang dengan
darah para syuhada (yang gugur di medan perang)” (HR. Syaikhani).
4.
QS.
An-Nisaa ayat 170
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَكُمُ الرَّسُولُ بِالْحَقِّ مِنْ رَبِّكُمْ
فَآمِنُوا خَيْرًا لَكُمْ ۚ وَإِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ لِلَّهِ مَا فِي
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا
Artinya : Wahai
manusia, Sesungguhnya telah datang Rasul (Muhammad) itu kepadamu dengan
(membawa) kebenaran dari Tuhanmu, Maka berimanlah kamu, Itulah yang lebih baik
bagimu. dan jika kamu kafir, (maka kekafiran itu tidak merugikan Allah
sedikitpun) karena Sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi itu adalah
kepunyaan Allah[382]. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.(QS.
An-Nisaa : 170)
Allah
yang mempunyai segala yang di langit dan di bumi tentu saja tidak berkehendak
kepada siapapun karena itu tentu saja kekafiranmu tidak akan mendatangkan
kerugian sedikitpun kepada-Nya. Dalam ayat ini Allah menyeru kepada manusia
untuk beriman, sebab sudah ada Rosul (Nabi Muhammad SAW) yang diutus untuk
membawa syari’at yang benar.
Dalam tafsir
disebutkan bahwa lafadz An Naas pada saat turunnya ayat adalah kepada ahli
kafir Mekah. Adapun manusia, karena adanya kesamaan jenis, ukhuwah basyariyyah,
maka dakwah dan tarbiyah kepada non muslim pun harus tetap dilakukan, tentunya
dengan jalan yang baik.
Nabi
SAW bersabda:”Dari Abdullah Ibn ’Amr Ibn Al Ash ra. Berkata, sesungguhnya
Nabi SAW besabda: Sampaikanlah dariku walau satu ayat.....” (HR. Bukhori).
Sangat Bermanfaat, syukran katsir.
BalasHapus