11. Pengertian Ilmu Kalam
Ilmu kalam biasa disebut dengan beberapa
nama, antara lain : ilmu ushuluddin, ilmu tauhid, fiqh al-akbar dan teologi
islam. Disebut dengan ilmu ushuluddin karena, ilmu ini membahas pokok-pokok agama dan disebut
ilmu tauhid karena, ilmu ini membahas keesaan Allah SWT, juga asma’ dan afal
Allah yang wajib, mustahil dan jaiz, juga sifat wajib, mustahil, dan jaiz bagi
rasul-Nya.
Secara objektif ilmu kalam sama dengan ilmu
tauhid, tetapi argumentasi ilmu kalam lebih dikosentrasikan pada penguasaan
logika. Abu Hanifah menyebut ilmu ini fiqh
al-akbar. Menurut
persepsinya, hokum islam yang kenal dengan istilah fiqih terbagi atas dua
bagian. Pertama, fiqh al-akbar, membahas pokok-pokok agama. Kedua, fiqh
al-asghar, membahas hal-hal yang berkaitan dengan masalah muamalah, bukan
pokok-pokok agama, tetapi hanya cabangnya saja.
Teologi islam
merupakan istilah lain dari ilmu kalam, yang diambil dari bahasa inggris, Theology.
William L.Reese mendefinisikan dengan “discourse or reason concerning
God” (diskursus atau pemikiran tentang ketuhanan). Dengan mengutip
kata-kata William Ockham, Reese lebih jauh mengatakan,”Theology to be
a discipline resting on revealed truth and indepent of both philosophy and
science” (teologi merupakan disiplin ilmu yang membicarakan tentang
kebenaran wahyu serta independensi filsafat dan ilmu pengetahuan).
Apabila
memperhatikan definisi di atas, ilmu kalam secara sederhana bisa disebut
sebagai ilmu yang berbicara mengenai aspek-aspek ketuhanan, sejarah pemikiran
dan perbedaan ketuhanan dalam islam.
2. Dasar-dasar Ilmu Kalam
a.
Al-Qur’an : Banyak menyinggung hal yang
berkaitan dengan masalah ketuhanan, diantaranya:
1.
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1) اللَّهُ
الصَّمَدُ (2) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3) وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
(4) ( الأخلاص :
1-4)
2.
الَّذِي خَلَقَ السَّمَوَاتِ
وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى
الْعَرْشِ الرَّحْمَنُ فَاسْأَلْ بِهِ خَبِيرًا ( الفرقان :59)
“Yang menciptakan langit dan bumi dan
apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas
Arsy, (Dialah) Yang Maha Pemurah, maka tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang
lebih mengetahui (Muhammad) tentang Dia.”
3.
الَّذِينَ يُبَايِعُونَكَ إِنَّمَا
يُبَايِعُونَ اللَّهَ يَدُ اللَّهِ فَوْقَ أَيْدِيهِمْ فَمَنْ نَكَثَ فَإِنَّمَا
يَنْكُثُ عَلَى نَفْسِهِ وَمَنْ أَوْفَى بِمَا عَاهَدَ عَلَيْهُ اللَّهَ فَسَيُؤْتِيهِ
أَجْرًا عَظِيمًا ( الفتح :10)
“Bahwasanya orang-orang yang berjanji
setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah
di atas tangan mereka, maka barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat
ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan barangsiapa menepati
janjinya kepada Allah maka Allah akan memberinya pahala yang besar.”
b.
Al-Hadis : Banyak juga
Al-Hadits yang menyinggung hal yang berkaitan dengan masalah ketuhanan,
diantaranya:
عن أبي هُرَيْرَةَ قال كان النبيُّ
صلى الله عليه وسلم بارزًا يومًا للناسِ فأَتاه رجلٌ فقال : ما الإيمان قال :
الإيمان أن تؤمنَ بالله وملائكتِهِ وبلقائِهِ وبرسلِهِ وتؤمَن بالبعثِ قال : ما
الإسلامُ قال : الإسلامُ أن تعبدَ اللهَ ولا تشركَ به وتقيمَ الصلاةَ وتؤدِّيَ
الزكاةَ المفروضةَ وتصومَ رمضانَ قال : ما الإحسان قال : أن تعبدَ الله كأنك
تراهُ، فإِن لم تكن تراه فإِنه يراك قال : متى الساعةُ قال : ما المسئولُ عنها
بأَعْلَم مِنَ السائل، وسأُخبرُكَ عن أشراطِها؛ إِذا وَلَدَتِ الأَمَةُ رَبَّهَا،
وَإِذا تطاولَ رُعاةُ الإبِلِ البَهْمُ في البنيان، في خمسٍ لا يعلمهنَّ إِلاَّ الله
ثم تلا النبيُّ صلى الله عليه وسلم ( إِنَّ الله عنده علم الساعة ) الآية : ثم
أدبر فقال : رُدُّوه فلم يَرَوْا شيئاً فقال : هذا جبريل جاءَ يُعَلِّمُ الناسَ
دينَهم . متفق عليه
“ Dari Abi Hurairah ia berkata: Suatu hari Nabi SAW. nampak
di tengah manusia, lalu seorang laki-laki mendatanginya dan bertanya: “Apakah
iman itu?” Rasul menjawab: “Iman ialah engkau percaya pada Allah, Malaikat-Nya,
bertemu dengan-Nya, Rasul-Nya dan bangkit dari kubur (hari kiamat). Lelaki itu
bertanya lagi: “Apakah Islam itu?”. Rasul menjawab: “Islam adalah Engkau
menyembah Allah dan jangan menyekutukan-Nya, dirikanlah shalat, tunaikan zakat
fardhu, dan berpusa bulan Ramadhan”. Lelaki itu bertanya lagi: “Apakah Ihsan
itu?”. Rasul menjawab: “Hendaklah engkau beribadah/menyembah Allah seolah-olah
engkau melihat Allah, lalu jika engkau tak melihat-Nya ketahuilah sesungguhnya
Dia melihatmu”. Lelaki itu bertanya lagi: “Kapan terjadi hari kiamat?”: Rasul
menjawab: “Tidaklah orang yang ditanya tentang hal ini (rasul) lebih mengetahui
jawabannya dari si penanya, aku akan jelaskan tentang tanda-tanda kiamat
(ialah): apabila seorang budak melahirkan tuannya, apabila para penggembala
binatang ternak telah berlomba bermegah dalam bangunan, ia termasuk lima hal
yang tak seorangpun mengetahuinya kecuali Allah”, lalu Rasul membaca ayat : إِنَّ الله عنده علم الساعة sampai ayat terahir. Lalu lelaki itu pergi dan Nabipun berkata
kepada para sahabat: “Panggillah lelaki itu”, tetapi tak seorangpun dari
sahabat melihatnya lagi. Lalu Nabi berkata: “Lelaki itu adalah Jibril, ia
datang untuk mengajarkan kepada manusia tentang agama”. (HR. Bukhari dan Muslim)
c.
Pemikiran Manusia
Pemikiran manusia dalam hal ini, baik berupa
pemikiran umat islam sendiri atau pemikiran luar umat islam. Sebelum filsafat
masuk dan berkembang di dunia islam, umat islam sendiri telah menggunakan
pemikiran rasionya untuk menjelaskan ayat-ayat al-quran yang masih samar. Ternyata keharusan menggunakan rasio telah mendapat pijakan dari
beberapa ayat al-quran salah satunya:
(أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْءَانَ أَمْ
عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا ( محمد : 24
“Maka apakah
mereka tidak memperhatikan Al Qur'an ataukah hati mereka terkunci?”.
Adapun sumber ilmu kalam yang berasal dari pemikiran luar umat islam
dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori. Pertama, pemikiran non muslim yang
telah menjadi peradapan lalu di transfer dan diasimilasikan dengan pemikiran
umat islam. Kedua, berupa pemikiran-pemikiran nonmuslim yang bersifat akademis
seperti filsafat (terutama dari Yunani) sejarah dan sains.
d.
Insting Manusia
Secara instingtif, manusia selalu ingin bertuhan. Karenanya,
kepercayaan adanya Tuhan berkembang sejak adanya manusia pertama. Menurut Abas
Mahmoud Al-Akkad, mitos merupakan asal-usul agama dikalangan primitif. Tylor, justru mengatakan bahwa animisme (anggapan adanya kehidupan pada benda mati)
merupakan asal-usul keperyacaan kepada Tuhan, adapun Spencer mengatakan lain lagi. Ia mengatakan bahwa pemujaan
terhadap nenek moyang merupakan bentuk ibadah paling tua.
3. Sejarah Timbulnya Ilmu Kalam
Rasulullah
SAW, selama di Mekkah mempunyai fungsi sebagai kepala agama. Setelah hijrah ke
Madinah fungsinya bertambah juga menjadi kepala pemerintah. Beliaulah yang
mendirikan politik yang di patuhi oleh kota ini, sebelum itu di Madinah tidak
ada kekuasaan politik. Setelah wafatnya rasulullah, rosulullah digantikan
dengan Abu Bakar, lalu Umar bin Khattab selanjutnya digantikan Usman lalu Ali
bin Abi Tholib.
Usman
merupakan khalifah berlatarbelakang pedagang kaya raya. Tetapi, ahli sejarah
mengatakan bahwa Usman termasuk khalifah yang lemah, karena tidak dapat
menentang keluarganya yang berpengaruh berkuasa di pemerintahan. Sehingga
mereka menjadi gubernur-gubernur di daerah kekuasaan islam dengan mengganti
gubernur-gubernur yang dulu diangkat oleh Umar bin Khottob yang dikenal kuat
dan tak memikirkan keluarga. Tindakan politik Utsman memecat gubernur-gubernur
angkatan Umar, memancing reaksi yang tidak menguntungkan baginya. 500 orang
memberontak di mesir sebagai reaksi atas diberhentikannya gubernur Umar bin ‘Ash
yang diangkat Umar dan digantikan Abdullah bin Sa’ad bin Abi Sar dari kelurga
Utsman yang berujung tewasnya Utsman bin Affan.
Setelah
Utsman wafat, kekhalifahan diganti Ali bin Abi Thalib. Tetapi segera dia
mendapat tantangan dari Tholhah dan Zubair dari mekkah yang mendapat dukungan
dari Siti Aisyah. Gerakan ini dapat dipatahkan oleh Ali dalam pertempuran di
Irak tahun 656 M. Tholhah dan Zubair mati terbunuh dan Aisyah maih hidup lalu
dikirim kembali ke mekkah. Tak cuma di sini, tantangan berikutnya muncul dari
Mu’awiyah, gubernur Damaskus dan keluarga dekat Utsman. Sebagaimana Tholhah dan
Zubair, dia tidak mengakui Ali sebagai kholifah. Ia menuntut kepada Ali supaya
menghukum para pembunuh Utsman, bahkan ia menuduh Ali turut campur dalam soal
pembunuhan soal Ustman. Salah seorang pemberontak mesir yang datang ke Madinah
dan kemudian membunuh Utsman adalah Muhammad Ibnu Abi Bakar yang tidk lain
adalah anak angkat dari Ali. Dan pula Ali tidak mengambil tindakan keras
terhadap pemberontak-pemberontak itu, bahkan Ali mengangkat Muhammad Ibnu Abi
Bakar menjadi gubernur mesir.
Terjadi
pertempuran antara pasukan Ali dan mu’awiyah di Shiffin, mu’awiyah terdesak,
Amr bin ‘Ash tangan kanan mu’awiyah mengangkat al-Qur’an ke atas sebagai tanda
ajakan damai. Para Qurro dari kalangan Ali menganjurkan untuk menerima sebagian
pasukan Ali menganjurkan menolaknya tetapi Ali memilih menerima. Dan dengan
demikian, dicarilah perdamaian dengan mengadakan arbitrase. Sebagai pengantara
diangkat dua orang : Amr bin ‘Ash dari mu’awiyah dan Abu Musa Al-Asy’ari dari
pihak Ali. Sebagai yang lebih tua Abu Musa maju terlebih dahulu dan mengumumkan
kepada orang ramai, putusan menjatuhkan kedua pemuka. Berlainan dengan Amr bin
‘Ash mengumumkan hanya menyetujui penjatuhan Ali, tetapi tidak penjatuhan
mu’awiyah. Bagaimanapun peristiwa ini merugikan Ali dan menguntungkan mu’awiyah
sebagai kholifah yang ilegal.
Terhadap
sikap Ali yang mau mengadakan arbitrase menyebabkan pengikut Ali terbelah
menjadi dua yakni golongan yang menerima arbitrase dan golongan yang sejak
semula menolak arbitrase, yang menolak berpendapat bahwa hal itu tidak dapat
diputuskan lewat arbitrase manusia. Putusan hanya datnag dari Allah dengan
kembali kepada hukum-hukum Allah dalam al-Qur’an, la hukma illa lillah
(tidak ada hukum selain hukum dari Allah) la hakama illa Allah (tidak
ada pengantara selain Allah). Mereka menyalahkan Ali dan karenanya keluar serta
memisahkan diri dari barisan Ali (disebut kaum Khawarij).
Kaum
khawarij memandang para pihak yang menerima arbitrase yaitu Ali, Mu’wiyah, Amr
bin ‘Ash dan Abu Musa Al-Asy’ari sebagai kafir dan murtad karena tidak berhukum
kepada hukum Allah berdasarkan firman Allah dalam surat Al-Maidah 44, karenanya halal dibunuh:
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ
الْكَافِرُونَ
semoga bernanfaat
BalasHapussemoga menjadi amal jariyah selalu..
BalasHapusterima kasih atas bantuannya
BalasHapusSyukron ilmunya...
BalasHapussip mas... nice post
BalasHapus